Larangan Memuji Diri Sendiri dalam Al-Qur'an
Di era yang serba modern ini, orang-orang bisa menampakkan dirinya melalui berbagai aplikasi seperti YouTube, Google, Facebook dan lain-lain. Tak hanya itu, mereka dapat membuat dan menyebarkan konten-konten yang sesuai dengan keinginan mereka.
Konten-konten yang sudah disebarkan melalui media sosial, biasanya akan terasa garing apabila tidak ada yang menyukai dan tidak menarik banyak netizen. Sehingga, mereka terus berusaha membuat konten apa saja yang dapat memuaskan hasrat mereka agar dipuji dan disukai oleh orang banyak semisal membuat konten dengan cara membuka aurat.
Dari sinilah diri mereka akan merasa puas dan bangga karena sanjungan dan memiliki banyak followers (pengikut). Namun, di sisi lain hal ini dapat menjerumuskan mereka pada lubang kemaksiatan yakni merasa dirinya lebih tinggi dan lebih baik daripada orang lain karena memiliki banyak pengagum dan pengikut.
Oleh sebab itu, Al-Qur’an sebagai pedoman utama umat Islam yang mengatur segala aspek dan lini kehidupan manusia, di dalamnya Allah swt melarang hambanya untuk merasa dirinya lebih baik daripada hamba Allah yang lain tentunya hal ini agar mereka tidak terjerumus dalam kesombongan dan lalai kepada Allah swt.
Secara eksplisit Allah swt menyatakan bahwa Ia tidak suka kepada hamba-Nya yang sombong dan membanggakan diri, dalam Surah al-Nisa’ Ayat 36.
“Sungguh Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri” (Q.S al-Nisa’ [4]: 36)
Maksutnya adalah Allah swt tidak menyukai orang yang sombong dan meremehkan orang-orang terdekat seperti tetangga dan temannya, dan ia yang suka membanggakan diri dan menganggap orang lain lebih rendah daripada dirinya sebagaimana penjelasan Ali Al-Sabuni dalam Sofwah Tafasir-nya.
Sementara menurut Imam al-Qusyairi perbuatan sombong dan merasa bangga tersebut merupakan syirik khafi (samar) dan Allah tidak menyukai orang-orang musyrik. Menurutnya orang yang melakukan perbuatan ini, mereka akan disiksa kelak di akhirat.
Dalam ayat lain, Al-Qur’an juga menyatakan agar manusia tidak menceritakan kebaikan-kebaikan mereka sebagaimana yang tertuang dalam Al-Qur’an Surah al-Najm Ayat 32 yang bunyinya sebagai berikut:
“Dia mengetahui tentang kamu, sejak Dia menjadikan kamu dari tanah lalu ketika kamu masih janin dalam perut ibumu. Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dia Maha Mengetahui tentang orang yang bertakwa” (Q.S al-Najm [53]: 32)
Dalam tafsirnya, Al-Maraghi menyebutkan bahwa Allah mengetahui segala sesuatu tentang manusia baik dari segi ucapan ataupun perbuatan mereka semenjak manusia diciptakan dari tanah hingga kemudian Allah bentuk mereka dalam rahim seorang ibu dengan bermacam ragam dan bentuk yang berbeda-beda. Melalui ayat ini manusia dapat berangan-angan tentang bagaimana mereka diciptakan dan siapa yang menciptakan.
Setelah itu, pada potongan ayat “Fala Tuzakku Unfusakum” Allah swt melarang manusia agar tidak memuji dirinya sendiri karena suci dari maksiat, suci dari perbuatan jelek atau karena selalu melakukan kebaikan. Sebaliknya hal tersebut justru perlu disyukuri karena keutamaan dan pertolongan Allah swt.
Imam Nawawi dalam kitab Al-Adzkar membagi memuji diri sendiri menjadi dua yakni yang tercela dan yang disenangi. Memuji diri sendiri yang dicela adalah menyebutkan keunggulan-keunggulan dirinya karena menyombongkan diri, menampakkan pangkat yang tinggi dan untuk membeda-bedakan dengan orang lain dan lain sebagainya.
Adapun memuji diri sendiri yang disenangi adalah memuji diri sendiri yang memuat kemaslahatan dalam hal agama seperti memuji diri sendiri untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, memberikan nasihat, menyebarkan kemaslahatan, mengajar, berceramah, untuk kemaslahatan antara dua orang yang bertengkar dan lain sebagainya.
Maka semua ini boleh untuk memuji diri sendiri dengan tujuan agar apa yang dikatakan mudah diterima dan dapat dijadikan pegangan.
Walhasil, dari pemaparan di atas dapat ditarik sebuah titik temu bahwa Allah melarang hambanya untuk bangga dan bersikap sombong kepada siapa pun karena orang yang sombong selain tidak disukai oleh Allah, juga tidak disukai oleh orang lain.
Allah juga melarang hambanya agar tidak memuji dirinya karena jika iman seorang hamba tidak kuat, maka ia akan memuji dirinya dengan tujuan berbangga diri dan meremehkan orang lain sehingga untuk menutup pintu kesombongan dan berbangga diri maka hendaknya kita selalu bersyukur atas apa yang kita dapat sebagaimana penjelasan di atas.
Tentunya hal ini juga berlaku di media sosial, di mana para pengguna medsos berlomba-lomba untuk mempertontonkan dirinya dengan harapan mendapatkan like dan followers dengan konten-konten yang sesuai dengan keinginan mereka bahkan sampai-sampai dengan membuka aurat agar mendapatkan sanjungan dari orang lain. Sehingga, mereka tidak hanya membuka peluang untuk merasa dirinya lebih baik dari orang lain atau sombong namun, juga menambah kemaksiatan karena perbuatan yang mereka lakukan
Oleh sebab itu, hendaknya kita tidak melakukan hal-hal yang dapat membuat diri kita bersikap berbangga diri secara berlebihan kecuali dengan tujuan kebaikan dalam agama sebagaimana dijelaskan oleh Imam Nawawi di atas.
Komentar