Tafsir Surah Al-A'raf Ayat 80-84: Kisah Nabi Luth as dan Kaumnya

Al-Qur’an sebagai kitab pedoman pertama dan utama umat Islam, di dalamnya tidak hanya menginformasikan tentang perintah atau larangan (hukum syari’at) saja namun, juga kisah-kisah umat terdahulu baik yang menentang ataupun yang ta’at kepada Allah. Bahkan isi dari Al-Qur’an lebih banyak menceritakan kisah-kisah umat terdahulu tersebut daripada ayat yang berkenaan dengan hukum syari’at.

Eksistensi kisah-kisah yang termaktub dalam Al-Qur’an bukan berarti Al-Qur’an adalah buku cerita. Al-Qur’an banyak menceritakan kisah-kisah karena metode berkisah memiliki pengaruh yang sangat dalam bagi jiwa, nasihat dan juga inspirasi yang mudah untuk dikenang, juga sebagai pelajaran yang mudah diingat dan teguran yang tiak menyakiti. Salah satu kisah yang diabadikan dalam Al-Qur’an adalah kisah Nabi Luth dan kaumnya yang melakukan perbuatan homoseksual.

Kisah Nabi Luth dan kaumnya diabadikan dalam Al-Qur’an tepatnya pada surah al-A’raf ayat 80-84. Pada ayat ke-80 diceritakan bahwa Nabi Luth memberi peringatan kepada kaumnya yang sudah melakukan kejelekan, sebagaimana berikut:

وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ

Dan Kami juga telah mengutus Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya, “Mengapa kamu melakukan perbuatan keji, yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun sebelum kamu di dunia ini" (Q.S al-A’raf [7]: 80) .

Syaikh Ali al-Shabuni menyatakan bahwa pada waktu itu Nabi Luth memberikan tegoran kepada kaumnya karena tidak suka dengan perbuatan mereka. Luth berkata, “Mengapa kalian melakukan perbuatan yang sangat jelek dan sangat dilarang ini? Padahal orang-orang sebelum kalian tidak pernah melakukannya!” Kemudian al-Shabuni menafsiri kata “al-Fahisyah” dengan memasukkan dzakar ke dubur atau anus. Jadi pada ayat ini Nabi Luth menyangkal perbuatan kaumnya dan memberikan tegoran karena kaumnya adalah yang pertama kali melakukan perbuatan keji tersebut. Hal ini dapat kita buktikan pada potongan ayat setelahnya yang berbunyi “Ma Sabaqakum” yang merupakan jumlah nafi. Umar bin Dinar berkata: “Tidak pernah didengar suatu kisah seperti itu (Sodom) sebelum terjadi pada kaum Luth ini.”

Pada ayat berikutnya yakni ayat ke-81 Allah swt memberikan spesifikasi perbuatan mereka secara tegas, Ia berfirman:

إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ

“Sungguh, kamu telah melampiaskan syahwatmu kepada sesame lelaki bukan kepada perempuan. Kamu benar-benar kaum yang melampaui batas” (Q.S al-A’raf [7]: 81)

Sebagaimana yang dijelaskan oleh al-Shabuni bahwa ayat ini merupakan “Bayan” (penjelasan) atas perbuatan tercela kaum Luth yang berwujud memasukkan dzakar ke dalam dubur sesama jenis karena atas dasar syahwat yang melumuri jiwa mereka yang mana perbuatan ini sangat dilarang oleh Allah swt. Ayat ini merupakan suatu pernyataan setelah sebelumnya menjelaskan tegoran Luth atas kaumnya. Pernyataan tersebut yakni tentang perbuatan-perbuatan mereka yang tercela dan mengikuti hawa nafsunya. 

Pada ayat berikutnya “Bal Antum Qaumun Musrifun” sebagai pernyataan bahwa mereka adalah kaum yang berlebihan dan melampaui batas. Sehingga mereka disifati sebagaimana binatang. Sebab seseorang yang berakal maka, seyogianya ia ingin memiliki anak dan menjaga keturunan bukan untuk melampiaskan syahwat dengan cara melakukan homoseksual.

Setelah Luth memberikan tegoran kepada kaumnya, mereka sama sekali tidak memperdulikan tegoran tersebut bahkan ia menentang dan mengejek Nabi Luth, sebagaimana dijelaskan dalam al-A’raf [7]: 82.

وَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهِ إِلَّا أَنْ قَالُوا أَخْرِجُوهُمْ مِنْ قَرْيَتِكُمْ إِنَّهُمْ أُنَاسٌ يَتَطَهَّرُونَ

Dan jawaban kaumnya tidak lain hanya berkata, “Usirlah mereka (Luth dan pengikutnya) dari negerimu ini, mereka adalah orang-orang yang menganggap dirinya suci" (Q.S al-A’raf [7]: 82)

Yakni sebagian kaum Nabi Luth mengatakan pada sebagian yang lain, “Usirlah mereka (Luth dan pengikutnya yang beriman), sesungguhnya mereka orang-orang yang menganggap dirinya suci karena tidak mau memasukkan dzakar ke dubur”. Sementara interpretasi dari Ibnu Abbas dan Mujahid, maksud dari “Unasun Yatathahharun” adalah Luth dan kaumnya menganggap jijik atau kotor apabila memasukkan dzakar ke dubur. Jawaban kaum Luth yang menentang ini adalah bentuk cacian dan meremehkan Luth dan kaumnya yang beriman.

Karena perbuatan tersebut, kaum Nabi yang menentang diazab oleh Allah swt begitu juga istrinya Luth yang kafir, ia juga diazab sebagaimana kaumnya yang menentang sehingga, binasalah mereka kecuali kaum Luth dan keluarganya yang beriman, sebagaimana diceritakan dalam Q.S Al-A’raf [7]: 83.

فَأَنْجَيْنَاهُ وَأَهْلَهُ إِلَّا امْرَأَتَهُ كَانَتْ مِنَ الْغَابِرِينَ

"Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikutnya, kecuali istrinya. Dia (istrinya) termasuk orang-orang yang tertinggal" (Q.S al-A’raf [7]: 83)

Secara eksplisit, Allah sebutkan wujud azab tersebut kepada kaum Luth yang menentang dalam al-A’raf [7]: 84.

وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ مَطَرًا فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُجْرِمِينَ

“Dan Kami hujani mereka dengan hujan (batu). Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang berbuat dosa itu” (Q.S al-A’raf [7]: 84)

Menurut al-Shabuni maksud dari “Mathar” (hujan) pada ayat tersebut adalah salah satu dari sekian macam hujan yang dapat menggentarkan yaitu hujan batu yang diambil dari neraka sijjil, seperti disebutkan dalam ayat lain, “Maka Kami jadikan bagian atas kota itu terbalik ke bawah dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras” (Q.S al-Hijr [7]: 74). Sebagian mufassir ada yang menafsiri dengan tanah yang dibakar di neraka.

Dari kisah Nabi Luth dan kaumnya tersebut, tujuan Allah menceritakannya adalah agar kita dapat mengambil ibrah atau pelajaran, seperti apa mereka yang menentang dan seperti apa mereka yang ta’at. Allah swt selamatkan mereka yang ta’at kepada-Nya dan Allah binasakan mereka yang menentang kepada-Nya. Wallahu A'lam.

Jum'at, 15 Oktober 2021 | Oleh: Abd Hamid Majid

Komentar

Archive

Formulir Kontak

Kirim